Memahami Teknologi Genetika melalui Agama dan Seni


Galileo 500 tahun yang lalu mengemukakan bahwa bumi mengelilingi matahari dan dengan Darwin 150 tahun lampau mengemukakan tatkala dia menentang teori penciptaan. Pemikiran kitapun berubah untuk selamanya. Kesadaran tentang alam semesta dan kehidupan kini menempati ruang khusus pada pemahaman kita. Pemetaan dan pengurutan DNA, serta berbagai teknologi yang dilahirkan oleh pengetahuan ini, akan secara permanent mengubah pemahaman kita.
Teknologi Genetika menghadirkan tantangan besar bagi kaum agamawan dengan penguraian kode genom manusia.
“Jujur saja, jika ternyata gen mengendalikan 100%, saya pikir agama akan kesulitan,” kata rabi ortodoks Irving Greenberg, Ketua Jewish life Network di Newyork. Daya Nuklir mampu menghancurkan manusia, teknologi rekayasa genetika mampu menciptakan kehidupan setelah kematian. Teknologi genetika mengungguli semua teknologi. Menciptakan kehidupan hibrida yang mengubah sel tua menjadi sel muda dan primordial. W. French Anderson, direktur laboratorium terapi gen Universitas of Southern California, yang dijuluki sebagian orang bapak terapi gen. megatakan; “terapi gen sel benih akan dilaksanakan. Masalahnya ialah kapan terapi ini bias dikatakan aman ?. kapan melakukan terapi ini dianggap etis ?”
Kita telah diperhadapkan pada sebuah teknologi baru, di masa lampau kita tidak memperhatikan dengan seksama konsekwensi dari revolusi industri yang merusak lingkungan yang tak disangka-sangka, kekuatan penghancurbom nuklir, persolan limbah industi yang tak dipahami dari awal. Kini menciptakan penyesalan bagi sebagian ilmuan yang turut andil dalam teknologi tersebut.
Bio teknologi bermula pada tahun 1960-an awalnya bio teknologi hanya sebagai ilmu penunjang dan dianggap sebagai tantangan baru atas tantangan yang belum pernah ada. Sekarang bio teknologi bukan saja diperuntuk bagi dunia kedokteran tetapi justru melirik pada teknologi baru.

ILMUNYA
Rekayasa gen benih adalah melakukan perubahan genetika pada sel benih atau sel seks mamalia. Prosedurnya biasa digunakan pada binatang (sel telur) yang dibuahi untuk memastikan bahwa perubahan genetika tersebut disalin kesetiap sel tubuh, kemampuan pemindahan sel genetika ini dan memanipulasi dari satu generasi kegenerasi penerus pun boleh jadi kelak kemungkinan penyakit turunan seperti syndrome down, Parkinson, dan anemia sel sabit tidak akan diturunkan kepada anak-anak.
Genom adalah semua DNA dalam sebuah organisme, termasuk gennya. Gen mengandung informasi semua protein yang diperlukan dalam sebuah organisme. Protein ini antara lain menentukan rupa organisme tersebut, seberapa baik tubuhnya mencerna makanan atau memerangi infeksi, dan kadang cara dia berprilaku. Tatanan DNA mendasari seluruh keragaman kehidupan, bahkan mendikte apakah sebuah organisme itu manusia atau ragi, beras, atau lalat buah. Semua makhluk ini memiliki genom sendiri dan juga menjadi titik perhatian proyek genom. Karena semua organisme terjalin melalui kemiripan dalam urutan DNA, wawasan yang didapat dari genom bukan-manuisa [misalnya bakteri E.Coly] kerap menimbulkan pengetahuan baru tentang biologi manusia.
“Genom manusia tidak lama lagi akan berhasil mengurai 24 kromosom manusia,” kata Hood. “mungurai” mencangkup beberapa hal. Tugas ini sebuah raksasa. Tentu saja genom manuisa merupakan program piranti lunak yang mendiktekan dan mengarahkan perkembangan yang paling mencengangkan mengenai semua proses perkembangan manusia.
Cloning manusia tak pelak lagi menjadi sebuah hal yang tidak mustahil yang bisa saja menjadikan manusia yang tercipta sebagai robot yang sejenis manusia.
Terapi gen benih menimbulkan kekhawatiran ilmiah mengenai keampuhan teknologi, hilangnya keragaman hayati, berubahnya kilam gen manusia yang tak dapat dibalikkan lagi, serta konsekuensi yang tak dapat di duga sebagai akibat dari manipulasi genetika.

Penderitaan Manusia
Salah satu isu yang terus menerus muncul ialah kekhawatiran bahwa focus perhatian yang tajam pada jasad fisik manusia, pada ikhtiar memperpanjang hidup manusia di muka bumi, ternyata mengorbankan pencarian moral, etika, dan spiritual.
“saya merasa terpukul menyaksikan fakta bahwa bertapapun telah meningkatnya kesehatan kita dinegeri ini, hal itu ternyata tidak pernah cukup,” ujar ahli bioetika Daniel Callahan dari Hastings Center. “Manakala usia harapan hidup serta seluruh aspek kesehatan kita senantiasa semakin baik, pandangan kita tentang merasa sehat ternyata semakin buruk. Seakan – akan kita tidak mau menerima penderitaan sekecil apapun.”

Comments

Popular Posts