Jalan jalan ke Mataram

Gili Trawangan
Jalan jalan ke Mataram, Kota yang di kenal sebagai kota 1001 Mesjid. kami berempat Kk Wara, Kk Tya, Kk Ria dan saya menyempatkan berkunjung ke kota ini. Kota Mataram memiliki topografi wilayah berada pada ketinggian kurang dari 50 meter di atas permukaan laut (dpl) dengan rentang ketinggian sejauh 9 km, terletak pada 08° 33’ - 08° 38’ Lintang Selatan dan 116° 04’ - 116° 10’ Bujur Timur. Struktur geologi Kota Mataram sebagian besar adalah jenis tanah liat dan tanah endapan tuff yang merupakan endapan alluvial yang berasal dari kegiatan Gunung Rinjani, secara visual terlihat seperti lempengan batu pecah, sedangkan di bawahnya terdapat lapisan pasir. (wikipedia). 

Mataram juga menjadi salah satu destinasi tujuan wisata baik dalam negeri maupun mancanegara, salah satu objek wisata yang wajib dikunjungi di Mataram adalah Pantai Gili Trawangan. Gili Trawangan adalah yang terbesar dari ketiga pulau kecil atau gili yang terdapat di sebelah barat laut Lombok. Trawangan punya nuansa "pesta" lebih daripada Gili Meno dan Gili Air, karena banyaknya pesta sepanjang malam yang setiap malamnya dirotasi acaranya oleh beberapa tempat keramaian. Aktivitas yang populer dilakukan para wisatawan di Trawangan adalah scuba diving (dengan sertifikasi PADI), snorkeling (di pantai sebelah timur laut), bermain kayak, dan berselancar. Ada juga beberapa tempat bagi para wisatawan belajar berkuda mengelilingi pulau.

Kelebihan Gili Trawangan dibandingkan dengan pantai lain adalah kita dapat menikmati sunset dan juga sunrise sekaligus di pantai ini! Hal ini terjadi karena Gili Trawangan memiliki pantai yang menghadap timur dan menghadap barat, dan jaraknya tidak terlalu jauh. Sehingga baik sunrise maupun sunset dapat kita nikmati di pantai ini.

Di Gili Trawangan kami menyepatkan bersepeda mengelilingi pulau sesekali berhenti untuk mengabadikan dalam bentu foto, sembari turun ke laut untuk menikmati laut.



Tidak hanya Gili Trawangan kami juga menyempatkan berkunjung ke pantai Tanjung Aan. Pantai Tanjung Aan, tempat asal Sang Puteri Mandalika. Pantai ini langsung berhadapan dengan Samudera Hindia, dan memiliki garis pantai sepanjang kurang lebih 2 Kilometer. Satu hal yang berbeda saat kaki Anda menginjak Pantai Tanjung Aan, yaitu pasirnya. Tak seperti Pantai Lombok lainnya, pasir Pantai Tanjung Aan berbentuk bulat seperti merica dan pastinya pasir dari pantai ini tidak luput untuk saya bawa pulang ke Makassar walau cukup 1 botol kecil botol aqua.



Kuta Mandalika juga tidak luput dari target jalan jalan kami ^_^ . Kuta Mandalika memiliki cerita rakyat yaitu legenda Puteri Mandalika yang menerjunkan dirinya ke laut dan konon dipercaya menjelma menjadi cacing laut yang disebut Nyale. Orang-orang pun meyakini binatang itu sebagai jelmaan Putri Mandalika dan akhirnya mereka mengambil binatang itu sebanyak-banyaknya sebagai tanda cinta pada Mandalika. Cerita tersebut menjadi asal mula terciptanya upacara atau pesta Bau Nyale (menangkap cacing) yang dilakukan oleh masyarakat Suku Sasak. 



Setelah berkeliling pantai. kami menyempatkan berkunjung ke Suku Sasak, suku yang berada di pulau Lombok di provinsi Nusa Tenggara Barat dengan populasi diperkirakan lebih dari 3 juta orang.

Istilah nama “sasak”, diduga berasal dari kata “sak-sak” yang berarti “sampan”. Dalam tradisi lisan suku Sasak, kata sasak dipercaya berasal dari kata “sa’-saq” yang artinya ‘yang satu”. Kemudian kata “lombok” berasal dari kata “lomboq” yang berarti “lurus”.

Dalam adat pernikahan suku Sasak, ketika perempuan akan dinikahkan oleh seorang laki-laki, maka sang perempuan harus dilarikan dulu ke rumah keluarga pihak laki laki. Ini yang disebut dengan dengan merarik atau selarian. Sehari setelah dilarikan maka akan diutus salah seorang untuk memberitahukan kepada pihak keluarga perempuan bahwa anaknya akan dinikahkan oleh seseorang, ini disebut dengan mesejati atau semacam pemberitahuan kepada keluarga perempuan. Setelah selesai makan akan diadakan nyelabar atau kesepakatan mengenai biaya resepsi.

Pada masyarakat suku Sasak sebagian besar memeluk agama Islam, tapi agama Islam yang dianut oleh suku Sasak, agak berbeda dengan aliran Islam pada umumnya, yaitu agama Wetu Telu, suatu aliran Islam yang memiliki unsur-unsur Hindu, Buddha dan kepercayaan tradisional kuno. Walaupun begitu mereka tetap melaksanakan salat wajib lima waktu. Selain itu ada juga sekelompok kecil masyarakat suku Sasak yang memeluk keyakinan yang disebut Sasak Bodha, yaitu kepercayaan animisme dan Buddhisme.




Banyak hal menarik dan keren yang belum sempat kami kunjungi selama di Mataram, buat rekan rekan sekalian jangan lupa berkunjung kemataram.. ^_^

Comments

Popular Posts